Thursday, April 14, 2016

SEMUA orang tahu bahwa Einstein melakukan sesuatu yang megagumkan, tetapi hanya sedikit sekali yang tahu persis apa yang telah dilakukannya itu. secara umum diakui bahwa dia merombak konsepsi kita mengenai alam fisis, namun konsepsi baru tersebut dituangkan ke dalam bahasa matematis yang amat rumit.

Memang benar bahwa terdapat banyak pembahasan populer mengenai teori relativitas, namun umumnya kesemua pembahasan tersebut mulai tidak dapat dipahami [ersis pada titik ketika pembahasan tersebut mulai mengatakan sesuatu yang penting. Para penulisnya tidak dapat dipersalahkan karenanya. Banyak gagasan baru itu memang dapat dituangkan kedalam bahasa non-maematis, tetapi gagasan tersebut tidak kalah sulitnya untuk dipahami dalam bentuk bahasan matematis seperti itu. Yang diperlukan dalam perubahan gambaran imajinatif kita menganai dunia-sebuah gambaran yang telah diwarisi dari nenek-moyang yang sangat purba, mungkin pra-human, dan yang telah kita pelajari pada awal-awal masa kanak-kanak. suatu perubahan atasimjinasi kita itu sulit. terutama pada saat kita tidak lagi berusia muda. jenis perubahan yang sama itu juga duminta oleh copernicus, ketika dia mengajarkan bahwa bumi itu tidak diam dan langit tidak mengintarinya sekali dalam sehari.

Dalam mengeksplorasi permukaan bumj, kita menggunakan semua indra kita, terutama indra sentuhan dan penglihatan. Untuk mengukur panjang, bagian-bagian tubuh kita pun digunakan pada jaman pra-ilmiah:  ‘kaki’, satu ’depa’, satu ’hasta’ diterapkan sesuai cara ini. Untuk jarak yang lebih jauh, kita menerapkan waktu yang dibutuhkan untuk berjalan dari satu tempat ke tempat lain. Secara perlahan-lahan .kita pun belajar untuk memperkirakan jarak secara kira-kira dengan bantuan mata, tetapi kita mengandalkan sentuhan untuk memperoleh akurasi. Terlebih lagi, sentuhanlah yang memberi kita rasa tekan “realitas”. Sebagian benda tidak dapat disentuh: pelangi, bayangan dicermin, dan seterusnya. Benda-benda ini membingungkan anak-anak, yang pikiran-pikiran metafisisnya terpengaruh kua oleh keterngan bahwa sesuatu yang muncul di cermin itu tidak “nyata”. Belati Macbeth (Macbeth dagger) itu tidak nyata karena tidak dapat diindta oleh rasa ataupun penglihatan.

Tidak hanya ilmu geometri dan ilmu fisika kita, tetapi seluruh konsepsi kita mengenai benda yang berada di luar diri kita itu didasarkan pada indra sentuhan. Bahkan kita memindahkan konsepsi ini kedalam bahasa-bahasa metaforis kita: pidato yang bagus itu “padat”, pidato yang buruk itu laksana “gas” karena kita merasa bahwa gas itu tidak terlalu ’nyata’. Dalam mempelajari langit, kita tidak dapat menggunakan semua indra kecuali indra penglihatan. Kita tidak dapat menyentuh matahari, atau bepergian ke sana; kita tidak dapat berjalan-jalan di permukaan bulan (pernyataan ini tidak berlaku semenjak 1969 ketika Apollo 11 mendarat di bulan, penerj.), atau menggunakan alat ukur manual (foot-rule) terhadap Pleiades. Meskipun demikian, para astronom tanpa ragu telah menerapkan geometri dan fisika yang mereka buktikan dapat digunakan pada permukaan bumi, dan yang telah mereka dasarkan pada indra sentuhan dan perjalanan (tangan dan kaki). Sewaktu melakukan hal tersebut, mereka memunculkan persoalan yang memusingkan kepala mereka, yang berhasil dijernihkan oleh Einstein.

Ternyata terbukti bahwa sebagian besar yang telah pelajari dari indra sentuhan itu merupakan persangkaan yang tidak ilmiah, yang harus ditolak apabila kita ingin memiliki gambaran dunia yang sebenar-benanya.

Sebuah ilustrasi mungkin dapat membantu kita untuk memahami seberapa mustahilnya bagi seorang astronom dibandingkan dengan sesorang yang berurusan dengan benda-benda di permukaan bumi. Mari kitaberandai-andai bahwa sebuah pil diminumkan kepada Anda membuat anda tidak sadar untuk sementara waktu, dan bahwa ketika anda sadar, Anda telah kehilangan memori Anda tetapi daya nalar tetap bekerja.

Teori relatifitas bergantung, dalam kadar yang lumayan besar, pada keterbatasan dari gagasan-gagasan yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Apabila andai ingin bepergian dari Jakarta ke Bandung, tentunya Anda tahu bahwa Anda akan menjumpai Bandung di tempat sebagaimana biasanya, bahwa rel kereta apinya akan merentang seperti yang sudah-sudah sewaktu anda melakukan perjalanan yang terakhir, dan bahwa Stasiun di Bandung tentunya tidak akan berjalan-jalan ke Surabaya. Oleh karenanya, Anda berujar dan berpikiran bahwa Anda telah bepergian ke Bandung bukannya Bandung yang bepergian menuju anda. Keberhasilan sudut pandang akal-sehat diatas bergantung pada sejumlah hal yang sebenarnya merupakan masalah keberuntungan. Andaikan saja semua rumah di Bandung itu terus-menerus beterbangan, seperti sekumpulan lebah; andaikan kereta api itu tidak bergerak dan mengubah bentuknya seperti longsoran salju. Tidak ada yang mustahil dalam pengandaian ini, tetapi yang pasti, perjalanan anda tidak akan berarti. Tentu anda akan memulai perjalanan dengan mengajukan pertanyaan ke sopir atau stasiun "dimanakah Bandung itu"?.

Dalam astronomi, meskipun matahari, bulan, dan bintang it uterus hadir tahun demi tahun, namun dalam hal lain dunia yang harus kita hadapi tersebut sangat berbeda engan dunia kehidupan sehari-hari. Sebagaimana yang sudah diketahui, kita bergantung sepenuuhnya kepada indra penglihatan; benda-benda langit itu tidak akan disentuh, dilihat didengar atau dicicipi. Semua  benda di langit itu bergerak secara relative satu sama lain. Bumi mengintari matahari, matahari berputar, sangat jauh lebih cepat daripada kereta apai cepat.

Ketika anda melakukan perjalanan dengan menggunakan kereta apai, anda mengatakan bahwa kereta apinya yang bergerak, bukan stasiunnya, karena stasiunnyalah yang mempertahankan hubungan topografisnya satu sama lain dengan wilayah-wilayah disekitarnya. Tetapi dalam astronomi, anda bebas menyebut yang mana stasiunnya: pertanyaan tersebut murni ditentukan oleh kesukaan dan semata-mata merupakan masalah kesepakatan.


Dalam kaitan ini, sungguh menark untuk memperbandingkan Einstein dan Copernicus. Sebelum Copericus, orang menduga bahwa bumi itu diam tak bergerak sedangkan langit mengintarinya sekali dalam sehari. Copernicus mengajarkan bahwa “sebenarnya” bumilah yang berotasi sekali dalam sehari, sedangkan revolusi harian matahari dan bintang-bintang itu hanya “kelihatannya” Galileo dan Newton membenarkan pernyataan ini, dan banyak hal pun dianggap membuktikan pandangan tersebut.

0 komentar:

FIISKA SMP

Select Language

Popular Posts

LATIHAN UJIAN NASIONAL